Yang sangat menyayat hati, tidak kurang dari 25 orang warga masyarakat Tompek jadi korban dengan menghuni dinginnya terali besi LAPAS Kelas II B Lubuk Basung maupun RUTAN Kelas II B Maninjau, sebagai Terpidana, akibat dari dilaporkan oleh KTSI ke POLRES AGAM. Padahal dengan jelas disebutkan dalam FAKTA Persidangan bahwa Sertifikat Desa Tepian kandis (Tompek) tidak terdaftar dinegara. Berhubung 121 Sertifikat atas nama Perorangan anggota Koperasi TaniSawit Indah (KTSI) di Tompek merupakan bagian dari Desa Tepian Kandis pada masa lalu, ada kemungkinan 121 sertifikat tersebut diduga juga tidak terdaftar di Negara.
Menurut masyarakat setempat, orang-orang yang namanya tertera dalam 121 sertifikat anggota Koperasi Tani Sawit Indah (KTSI) sebagian besar bukan orang Tompek. Sertifikat-sertifikat tersebut diterbitkan atas nama orang-orang yang tidak diketahui keberadaannya. Bahkan sertifikat-sertifikat tersebut diterbitkan tanpa ditunjukan dengan batas sepadan. Padahal tanah yang disertifikatkan berada dalam satu hamparan tanah yang luas. Ironisnya lagi, dalam FAKTA persidangan BPN Kabupaten Agam menyebutkan bahwa Penerbitan Sertifikat 121 anggota KTSI hanya berdasarkan berkas semata. Lalu, siapa yang mendaftarkan sertifikat tersebut, hantu barangkali?.
Informasi yang berhasil dihimpun tim redaksi dilapangan menyebutkan, bahwa 121 sertifikat atas nama perorangan anggota KTSI sebagiannya fiktif. Nama-nama tersebut orangnya banyak yang tidak diketahui keberadaannya. Siapa mereka dan dari mana asalnya. Bahkan serttifikat-sertifikat itu diterbitkan diduga tanpa didaftarkan oleh pemelik nama yang ada dalam sertifikat. Lantas, mengapa bisa terbit 121 sertifikat itu, jika yang mendaftarkan tidak ada?.
Senada dengan uraian diatas, RATNA YULIS selaku Penggugat dalam perkara Perdata Nomor : 8/PDT.G/2021/PN.LBB, dengan Tergugat, AMIR HAJI, KTSI, BPN Kabupaten Agam, POLRES AGAM dan KEJARI AGAM, menyebutkan bahwa dalam sidang Mediasi tanggal 16 Maret 2021, BPN Kabupaten Agam selaku Tergugat III menyebutkan bahwa Penerbitan Sertifikat Nomor : 1008 a.n AMIR HAJI hanya berdasarkan berkas yang sampai di meja BPN semata. Sedangkan siapa yang mendaftarkan sertifikat tersebut untuk diterbitkan tidak diketahui.
Masih menurut keterangan RATNA YULIS, Tergugat I dalam Perkara Perdata Nomor : 8/PDT.G/2021/PN.LBB, AMIR HAJI tidak pernah hadir dalam persidangan meski telah dipanggil secara Patut oleh Pengadilan Negeri Lubuk Basung. Tidak hadirnya AMIR HAJI menghadiri persidangan menurut Pengadilan, karena tempat tinggal AMIR HAJI tidak diketahui. Padahal sebelum perkara perdata tersebut bergulir, Pengadilan Negeri Lubuk Basung telah memutuskan RATNA YULIS bersalah telah mencuri buah kelapa sawit dikebun kelapa sawit bersertifikat Nomor : 1008 a.n AMIR HAJI di Puin, meski yang sebenarnya objek kelapa sawit yang dipanen Ratna Yulis berada di Kubu Gadang dan diatas tanah garapan keluarganya. Putusan tersebut menunjukan bahwa Pasal 143 Ayat (3) huruf b tidak diterapkan oleh Majelis hakim yang memeriksa perkara RATNA YULIS. Ada apa dengan Majelis Hakim yang memeriksa perkara Pidana Ratna Yulis tersebut?.
Dari perjuangan panjang masyarakat Tompek tersebut dalam mempertahankan hak atas tanahnya, Fakta Persidangan menguak tabir gelap tentang 121 Sertifikat atas nama perorangan anggota KTSI tidak terdaftar dinegara. Hal itu diketahui ketika JONERDI hendak berpindah meminjam pada Bank. Pindah pinjam yang dilakukan JONERDI dari BANK BRI Unit Bawan ke BANK MANDIRI Unit Bawan.
Fakta Persidangan tersebut terkuak ketika sidang pemeriksaan saksi atas nama JONERDI beberapa waktu lalu. Menurut keterangan JONERDI salah satu Notaris di Lubuk Basung mengatakan bahwa Sertifikat-sertifikat di Desa Tepian Kandis tidak terdaftar di Negara. Salah satunya adalah sertifikat warga Tompek Nomor : 844 a.n ASNIMAR yang merupakan orang tua JONERDI. Harus dilakukan FLOATING terlebih dahulu guna untuk VALIDASI sertifikat atas nama ASNIMAR tersebut. dengan tidak terdaftarnya sertifikat Nomor : 844 atas nama ASNIMAR, pinjaman di Tolak.
Dalam sidang pemeriksaan saksi tersebut BPN Kabupaten Agam (Tergugat III) mengajukan pertanyaan pada JONERDI, apakah sertifikat Nomor : 844 a.n ASNIMAR merupakan salah satu dari 121 Sertifikat atas nama anggota KTSI. BPN juga bertanya pada JONERDI, apakah sertifikat Nomor : 844 atas nama ASNIMAR objeknya berbatas dengan objek 121 sertifikat anggota KTSI.
Dari dua pertanyaan BPN Tersebut, JONERDI menjawab dengan jawaban tegas, Objek tanah bersertifikat Nomor : 844 a.n ASNIMAR bukan bagian dari 121 Sertifikat anggota KTSI dan tidak berbatas dengan kebun bersertifikat 121 persil yang dikelola KTSI.
Anehnya, tidak beberapa lama setelah pemeriksaan sidang saksi perkara Nomor : 8/PDT.G/2021/PN.LBB dengan saksi JONERDI, pinjaman pada BANK NAGARI Unit Bawan yang diajukan JONERDI dengan agunan Sertifikat Nomor : 844 a.n ASNIMAR, terealisasi dengan jumlah pinjaman Rp.200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah). Padahal sebelumnya dengan jelas disebutkan bahwa sertifikat Desa Tepian Kandis, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, tidak terdaftar di Negara. Untuk mengetahui VALIDASI dari sertifikat-sertifikat dimaksud harus dilakukan FLOATINg terlebih dahulu.
Menanggapi keterangan JONERDI dalam kesaksiaannya, Ketua Badan Pengawas KTSI Periode Pengurus tahun 2010 s/d 2015, SYAMSIR, yang juga salah satu saksi dalam perkara tersebut pada awak media menjelaskan, bahwa nama-nama yang ada tercantum dalam sertifikat anggota KTSI, hanyalah nama-nama tunjuk yang ditonggokan oleh Pengurus KTSI. Menurut Syamsir, “Dulu warga masyarakat Tompek telah didata untuk diberi PLASMA berupa kebun Kelapa Sawit, dengan catatan tanah garapannya diserahkan pada kelompok. Sehubungan dengan sebagian nama-nama yang tercantum dalam sertifikat anggota KTSI, nama-nama tersebut ditunjuk oleh pengurus KTSI. Siapa nama pengurus itu, tidak perlu saya sebutkan, yang jelas masyarakat Tompek tidak mendapatkan PLASMA meski tanah garapannya telah disertifikatkan”.
SYAMSIR juga berpendapat bahwa, “Jika benar sertifikat-sertifikat desa Tepian Kandis tidak terdaftar di negara, maka sertifikat di Tompek juga tidak terdaftar dinegara. Karena Tompek bagian dari Desa Tepian Kandis pada masa lalunya. Semua itu terjadi akibat dari tidak pernahnya dilakukan Tunjuk Batas, baik oleh orang-orang yang namanya tercantum dalam 121 sertifikat anggota KTSI maupun tunjuk batas oleh KTSI sebagai pengelola. Akibat dari tidak dilakukan tunjuk batas, terjadilah tumpang tindih batas kebun antara kebun masyarakat dan kebun bersertifikat 121 persil anggota KTSI dan masalahnya selalu berujung di Meja Hijau”.
Syamsir juga mengatakan, “Dengan tidak pernah dilakukan tunjuk batas, kita ragu siapa pemilik kebun kelapa sawit di Tompek. Sebagaian kebun hasil tanaman masayarakat dan sebagian lagi hasil tanaman KTSI. Sedangkan tanahnya sebagian tanah garapan masyarakat Topek dan sebagian lagi tanah garapan KTTM (Kelompok Tani Tompek Mandiri).
Dari keterangan JONERDI pada kesaksiannya di Persidangan Perkara Nomor : 8/PDT.G/2021/PN.LBB, dapat ditarik kesimpulanya bahwa ada dugaan 121 sertifikat a.n Perorangan anggota KTSI, tidak jelas statusnya. Dikaitkan dengan kebun kelapa sawit di Tompek, menimbulkan siapa yang punya. Apakah kebun tersebut milik 121 nama-nama yang tertera di sertifikat atau kebun tersebut milik masyarakat Tompek.
dengan kronologi diatas, menimbulkan pertanyaan terhadap diri Ali Nafril yang merupakan Terpidana 6 (Enam) bulan karena dituduh mencuri buah kelapa sawit di kebun kelapa sawit bersertifikat di KUBU GADANG. Padahal dia panen ditanah garapan keluarganya. Siapa yang akan membayar Rp. 3.360.000.000, uang Pinjaman pada BANK NAGARI Cabang Lubuk Basung, jika objek yang diagunkan 121 sertifikat dalam sengketa. Telah sesuai dengan standar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kah proses pinjam meminjam uang pada Bank Nagari Cabang Lubuk Basung dengan agunan 121 Sertifikat tersebut. Wallahualam...?. Berita masih butuh Verifikasi lebih lanjut.
#TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar